Unit Bisnis dari Royal Golden Eagle Memaksimalkan Tim Riset untuk Mengangkat Hasil Perkebunan Akasia
![]() |
Image Source: Aprilasia.com - http://www.aprilasia.com/id/images/fwmedias/lab-mills-01.jpg |
Royal Golden Eagle (RGE) berkiprah di berbagai sektor sumber daya alam. Salah satunya ialah pulp dan kertas dengan unit bisnisnya di Indonesia, Grup APRIL. Mereka memaksimalkan perkebunan akasia untuk menyuplai bahan baku dengan pendekatan sains.
Selama ini APRIL dikenal sebagai salah satu produsen pulp dan kertas terbesar di dunia. Per tahun, unit bisnis RGE ini mampu memproduksi pulp sebanyak 2,8 juta ton. Produksi itu masih ditambah dengan kertas sebanyak 1,15 juta ton.
Kemampuan itu tidak lepas dari stok suplai bahan baku yang konsisten. APRIL mengelola perkebunan sendiri untuk mendapatkan bahan baku seluas 480 ribu hektare. Di sana mereka menanam pohon akasia yang menjadi bahan pulp dan kertas.
Selama ini APRIL dikenal sebagai salah satu produsen pulp dan kertas terbesar di dunia. Per tahun, unit bisnis RGE ini mampu memproduksi pulp sebanyak 2,8 juta ton. Produksi itu masih ditambah dengan kertas sebanyak 1,15 juta ton.
Kemampuan itu tidak lepas dari stok suplai bahan baku yang konsisten. APRIL mengelola perkebunan sendiri untuk mendapatkan bahan baku seluas 480 ribu hektare. Di sana mereka menanam pohon akasia yang menjadi bahan pulp dan kertas.
Pemilihan pohon akasia menjadi bahan baku sangat menentukan kapasitas produksi APRIL. Ada banyak alasan yang mendasari anak perusahaan Royal Golden Eagle ini dalam memilih menanam akasia di perkebunannya.
Pertama adalah kecocokan pohon akasia menjadi bahan baku pulp dan kertas. Akasia dinilai sangat cocok untuk produksi pulp dan kertas. Sebabnya, akasia memiliki serat pendek sehingga lebih mudah diolah menjadi bubur kertas.
Ketika sudah menjadi bubur kertas, pilihan ada di tangan produsen. Apakah nantinya dijadikan pulp atau diolah lagi menjadi kertas. Kemudahan itu yang disukai dari pohon akasia.
Selain cocok sebagai bahan baku, siklus panen akasia terbilang pendek. Kalau ditanam di kawasan tropis, akasia dapat dipanen menjadi bahan baku pulp dan kertas hanya dalam tempo lima tahun. Ini berbeda dengan pohon lain perlu waktu hingga puluhan tahun. Bahkan, tanaman lokal seperti meranti, geronggang, dan belangeran perlu masa panen antara tujuh sampai sepuluh tahun.
Siklus panen yang cepat ini memudahkan proses produksi berjalan. Akibatnya, APRIL memilih menanam akasia di perkebunannya.
Bukan hanya itu, hasil panen akasia memang mendukung kapasitas produksi terjaga. Untuk setiap tiga hingga empat meter kubik kayu akasia mampu menghasilkan 1 ton pulp. Ini jauh lebih tinggi dibanding kayu lain yang rata-rata memerlukan lima meter kubik kayu untuk menggapai level produksi yang sama.
Kelebihan itu masih ditambah dengan manfaat akasia bagi alam. Pohon akasia diketahui bisa membantu memperbaiki struktur tanah. Selain itu, tanaman ini berguna pula untuk mencegah banjir dan tanah longsor. Ini membuat akasia sangat cocok di tanam di daerah berbukit dan gunung. Meski begitu, akasia juga pas ditanam di daerah kontur dataran rendah.
Kelebihan ini membuat APRIL konsisten menjadikan akasia sebagai bahan baku pulp dan kertas. Karena tidak mau menambah luas lahan perkebunannya, anak perusahaan grup yang lahir dengan nama Raja Garuda Mas ini memaksimalkan lahan perkebunannya untuk memenuhi kebutuhan seratnya.
Banyak cara yang diambil oleh anak perusahaan Royal Golden Eagle tersebut. Salah satunya adalah memanfaatkan kinerja tim risetnya. Mereka ditugasi untuk melakukan berbagai pendekatan sains untuk memaksimalkan hasil perkebunan akasia.
APRIL sudah berinvestasi besar terhadap tim Research & Development (R&D). Mereka mempekerjakan 160 tenaga ahli professional termasuk 15 lulusan tingkat doktoral (PhD). Para tenaga ahli itu didukung dengan fasilitas memadai.
Divisi R&D APRIL saat ini memiliki tiga laboratorium dengan pemanfaatan berbeda. Pertama ada Lab Tanah untuk menganalisis campuran hara tanah dan menghasilkan berbagai indikator seperti berapa banyak pupuk yang dibutuhkan.
Kedua adalah Lab Kultur Jaringan. Fasilitas ini khusus digunakan dalam kloning material genetik berperforma tinggi untuk mengembangkan produk unggulan. Dengan kata lain, cara kerja yang melibatkan duplikasi sifat pohon individu yang unggul untuk peningkatan kualitas secara konsisten.
Sedangkan fasilitas terakhir ialah Lab NIRA (Analisis Pantulan Sinar Infra Merah/Near Infrared Reflective Analysis). Laboratorium ini menggunakan teknologi yang berasal dari industri nutrien untuk menganalisis dan memprediksi tingkat pertumbuhan pohon, kerapatan dasar serta hasil pulp. Pendekatan ini memungkinkan untuk menganalisis dan menyaring data dari pohon hidup. Sebelum ada Lab NIRA, pohon harus ditebang untuk memperoleh informasi serupa.
HASIL PERKEBUNAN MENINGKAT
![]() |
Image Source: Aprilasia.com - http://www.aprilasia.com/id/our-media/artikel/mengapa-menggunakan-pohon-akasia |
Beruntung harapan bisa terpenuhi. Berkat dukungan tim R&D, anak perusahaan Royal Golden Eagle ini mampu memanfaatkan sains dalam pengelolaan pohon akasia. Ini berguna terhadap peningkatan hasil perkebunan.
Secara berkala, hasil perkebunan akasia selalu meningkat. Pada 1996, setiap hektare perkebunan akasia APRIL mampu menghasilkan panen sebanyak 22 meter kubik. Namun, jumlah itu melonjak menjadi 32 meter kubik pada 2010.
Namun, APRIL masih ingin menggapai target lebih tinggi. Pada 2020 nanti, unit bisnis grup yang lahir dengan nama Raja Garuda Mas itu ingin mencapai hasil panen akasia per hektare hingga 35 meter kubik.
APRIL melakukannya karena tidak mau memperluas perkebunan. Mereka ingin konsisten melakukan perlindungan alam. Caranya ialah dengan membiarkan kawasan hutan yang ada di kawasan konsensinya terlindungi.
Selama ini APRIL hanya menggunakan sekitar 50 persen dari satu juta hektare area konsesinya sebagai area produksi. Padahal, ketentuan yang diperbolehkan oleh pemerintah mencapai 70 persen.
Akan tetapi, unit bisnis RGE ini memilih menggunakan sisanya untuk konservasi sebesar 27 persen dan peruntukan publik sebanyak 23 persen. Lagi-lagi ini di atas aturan yang berlaku. Pemerintah sesungguhnya memperbolehkan lahan konservasi hanya sepuluh persen dari total area konsesi. Sedangkan area untuk kepentingan umum mencapai 20 persen.
Berkat pendekatan sains yang dilakukan tim risetnya, APRIL tidak perlu menambah luas perkebunan. Mereka sudah mampu memenuhi sekitar 79 persen kebutuhan seratnya dari perkebunan sendiri. Sisanya diperoleh dari para mitra pemasok jangka pendek yang ada di kawasan Sumatra, Kalimantan, serta Malaysia.
Pendekatan sains yang dilakukan juga memiliki manfaat positif lain. Pada tahun 2004, APRIL berhasil mencapai swasembada akasia. Mereka akhirnya mampu bertransformasi dari importir menjadi eksportir benih Akasia mangnium. Ini diyakini oleh unit bisnis RGE tersebut sebagai hasil dari investasi yang berkelanjutan dalam tim R&D.
Pusat R&D bertanggung jawab untuk melakukan penelitian kehutanan dan manajemen pembibitan di seluruh unit bisnis serat. Pusat pengelolaan ini dikelola secara profesional. Maklum saja, target tinggi diusung APRIL. Per tahun mereka menanam pohon sebanyak 200 juta pohon. Untuk memenuhinya maka keberadaan bibit yang siap tanam menjadi sangat krusial.
APRIL mengambil langkah-langkah tersebut demi mengikuti arahan kerja Royal Golden Eagle yang menaunginya. Oleh pendirinya, Sukanto Tanoto, RGE diharapkan untuk mampu memberi manfaat. Bukan hanya kepada masyarakat dan negara tapi juga untuk alam. Inilah yang mendorong APRIL selalu memaksimalkan sains lewat tim riset untuk mendongkrak produktivitas perkebunan.
APRIL mengambil langkah-langkah tersebut demi mengikuti arahan kerja Royal Golden Eagle yang menaunginya. Oleh pendirinya, Sukanto Tanoto, RGE diharapkan untuk mampu memberi manfaat. Bukan hanya kepada masyarakat dan negara tapi juga untuk alam. Inilah yang mendorong APRIL selalu memaksimalkan sains lewat tim riset untuk mendongkrak produktivitas perkebunan.